Kamis, 16 April 2015

RISET KEPERAWATAN

KERANGKA KONSEP, KERANGKA TEORI, DEFINISI
OPERASIONAL DAN JENIS-JENIS VARIABEL PENELITIAN

A.    Kerangka Konsep
1.   Pengertian
Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep atau teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian. Pembuatan konsep ini mengacu pada masalah-masalah (bagian-bagian) yang akan diteliti atau berhubungan dengan penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram (A. Aziz Alimul H. 2007)
Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar suatu topic yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan dibab tinjauan pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh penulis merupkan ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variable yang diteliti.
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi ddari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakn abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruksi atau yang lebih dikenal dengan nama variable. Jadi variable adlah symbol atau lambing yang menunjukan nilai atau bilangan dari konsep.
Contoh :
Sehat adalah konsep, istilah ini mengungkap sejumlah observasi tentang hal-hal atau gejala-gejala yang mencerminkan kerangka keragaman kondisi seseorang. Untuk mengetahui apakah seseorang itu sehat atau tidak maka pengukuran konsep sehat tersebut harus melalui kontruksi atau variable-variabel, misalnya : tekanan darah, denyut nadi, Hb drarah, dan sebaginya. Tekanan darah, denyut nadi, Hb drarah, dan sebaginya ini adalah variable-variabel yang akan digunakan untuk mengobservasi atau mengukur apakah seseorang itu sehat atau sakit.

       2.   Tahap penyusunan kerangka konseptual
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian. Untuk itu langkah-langkah yang dilakukan sebelum membuat kerangka konseptual ini adalah :
a. Seleksi dan definisi konsep
b. Mengembangkan pernyataan hubungan.
c. Mengembangkan konsep dalam gambar/kerangka, meliputi :
1)      Disesuaikan dengan pernyataan masalah.
2)      Arah kerangka sesuaikan dengan variable yang akan diteliti dengan mengembangkan konsep dalam gambar/kerangka dengan membuat garis mana yang diteliti dan tidak dengan menggunakan garis sambung atau terputus, serta buat panah untuk bagian yang ada pengaruhnya dan tidak untuk bagian yang tidak ada pengaruh.
3)      Identifikasi dan analisa teori yang diaplikasikan.
Contoh :
                        : Diteliti
                        : Tidak diteliti
                        : Berhubungan
                        : Berpengaruh
                        : Sebab akibat
                        : Perbandingan

B.     Kerangka Teori
Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktorfaktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Arti teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yang saling berkaitan dan digunakan untuk menjelaskan hubungan yang timbul antara beberapa variabel yang diobservasi.
Penyusunan teori merupakan tujuan utama dari ilmu karena teori merupakan alat untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang diteliti. Teori selalu berdasarkan fakta, didukung oleh dalil dan proposisi. Secara defenitif, teori harus berlandaskan fakta empiris karena tuijuan utamanya adalah menjelaskan dan memprediksikan kenyataan atau realitas. Suatu penelitian dengan dasar teori yang baik akan membantu mengarahkan si peneliti dalam upaya menjelaskan fenomena yang diteliti.
Proposisi adalah pernyataan yang berkaitan dengan hubungan antara konsepkonsep yang ada dan pernyataan dari hubungan universal antara kejadiankejadian yang memiliki karakteristik tertentu. Pembentukan teori adalah sebuah peningkatan abstraksi.
Mark membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori yang dimaksud ini berhubungan dengan data empiris. Dengan demikian dapat dibedakan antara lain:
  1. Teori yang deduktif: memberi keterangan yang di mulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu ke arah data akan diterangkan.
  2.  Teori yang induktif: cara menerangkan adalah dari data ke arah teori. Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positivistik ini dijumpai pada kaum behaviorist.
  3. Teori yang fungsional: di sini nampak suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.

Berdasarkan tiga pandangan ini dapatlah disimpulkan bahwa teori dapat dipandang sebagai berikut:
  1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum-hukum ini biasanya sifat hubungan yang deduktif.
  2. Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang tertentu. Di sini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif).
  3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang menggeneralisasi. Di sini biasanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat yang teoretis.

Kerangka teoritis adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian itu ditujukan. Hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan dan dielaborasi dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui wawancara, observasi, dan survei literature. Hubungan antar survei literature dan kerangka teoritis adalah survei literature meletakkan pondasi yang kuat untuk membangun kerangka teoritis. Ada lima hal yang harus dipenuhi dalam membangun kerangka teoritis:
  1. Variabel yang relevan harus dapat dijelaskan dan disebutkan dalam diskusi.
  2. Diskusi haruslah dapat mewujudkan bagaimana dua atau lebih variabel itu berhubungan satu sama lain.
  3. Jika jenis dan arah hubungan tadi dapat diterima secara teori berdasarkan atas penelitian sbelumnya, maka harus ada indikasi pada diskusi apakah hubungan tadi bersifat positip atau negativ
  4.  Harus ada penjelasan secara jelas kenapa kita akan mengharapkan hubungan tersebut terus bertahan.
  5. Skema diagram yang menjelaskan kerangka teoritis harus dapat diperlihatkan sehingga pembaca dapat melihat dengan mudah dan memahami bagaimana hubungan antar variabel secara teoritis.

Dalam landasan teori perlu dikemukakan kerangka teori dan kerangka berpikir, sehingga selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis dan instrumen penelitian. Kerangka teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (dan bukan hanya sekedar pendapat pakar atau  penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Kerangka teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan, dan prediksi terhadap hubungan antarvariabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah. Langkah-langkah menyusun kerangka teori adalah sebagai berikut :
  1. Tetapkan nama variabel yang diteliti, dan jumlah variabelnya.
  2. Cari sumber-sumber bacaan (buku, kamus, ensiklopedi, jurnal ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi) yang sebanyak-banyaknya dan yang relevan dengan setiap variabel yang diteliti.
  3. Lihat daftar isi setiap buku, dan pilih topik yang relevan dengan setiap variabel yang akan diteliti. (untuk referensi yang berbentuk laporan penelitian, lihat judul penelitian, permasalahan, teori yang digunakan, tempat penelitian, sampel sumber data, tekhnik pengumpulan data, analisis, kesimpulan dan sarana yang diberikan).
  4. Cari definisi setiap variabel yang akan diteliti pada setiap sumber bacaan, dibandingkan anatara satu sumber dengan sumber yang lain, dan pilih definisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
  5. Baca seluruh isi topik buku yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti, lakukan analisa, renungkan, dan buatlah rumusan dengan bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang di baca.
  6. Deskripsikan teori-teori yang telah di baca dari berbagai sumber kedalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Sumber-sumber bacaan yang dikutip atau digunakan sebagai landasan untuk mendeskripsikan teori harus dicantumkan.

     Hasil kajian pustaka adalah dukungan teori (apa yang dikenal dengan “kerangka teori” dan “kerangka berpikir”. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat bagi peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti dalam membuat kerangka teori pada judul di atas adalah:
  1. Menjelaskan tentang pengalaman guru yang dimaksud dalam penelitian ini, apakah pengalaman yang ditunjukkan oleh hanya banyaknya tahun yang telah dilalui selama mereka bekerja sebagai guru, ataukah juga pengalaman dalam memegang mata pelajaran atau kelas tertentu.
  2. Menjelaskan batasan tentang “kualitas pengelolaan kelas” yang harus ditegaskan dengan jelas yaitu pengelolaan kelas secara umum, bukan pengelolaan kelas untuk pengajaran sesuatu bidang studi.
  3.  Menjelaskan tentang teori hubungan antara pengalaman mengajar guru dengan kualitas pengelolaan kelas, meliputi: faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan kelas, bagaimana peranan guru dalam meningkatkan kualitas pengelolaan kelas, faktor-faktor apa saja dalam diri guru yang diperkirakan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pengelolaan kelas.

Agar bagian kerangka teori dapat baik sesuai dengan ketentuan, (calon) peneliti dapat menggunakan pedoman sebagai berikut:
  1. yang ada dalam permasalahan penelitiannya. Yang dimaksud dengan “lengkap” adalah bahwa semua konsep yang tercakup dalam permasalahan atau judul penelitian diberi dukungan teori.
  2.  Kerangka teori bukan hanya langsung memberikan penjelasan tentang variabel yang dimaksud, tetapi mulai dari beberapa penjelasan umum kemudian mengarah pada alternatif yang dimaksudkan
  3. Kerangka teori tidak selalu hanya dicari dari sumber yang menyangkut bidang yang diterangkan tetapi dapat diambil dari bidang-bidang lain yang relevan.
  4. Hendaknya diusahakan agar sumber kajian pustaka bukan hanya yang berbahasa Indonesia saja tetapi juga buku-buku yang berbahasa asing, agar informasi yang didapat adalah yang “up to date”.
  5. Hendaknya diusahakan agar terdapat imbangan yang serasi antara jumlah kutipan yang bersifat teori dengan kutipan yang bersifat analitis.


C.    Definisi Operasional
Definisi operasional mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati ketika melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas (A. Aziz Alimul H. 2007)
Variable-variabel penelitian sebenarnya merupakan kumpulan konsep mengenai fenomena yang diteliti. Pada umumnya, karena merumuskan variable itu masih bersifat konseptual, maka maknanya masih sangat abstrak walaupun mungkin secara intuitif sudah daapat dipahami maksudnya. Dalam pelaksanaan penelitian, batasan atau definisi suatu variable tidak dapat dibiarkan ambiguous, yakni memiliki makna ganda, atau tidak menunjukkan indicator yang jelas. Hal itu disebabkan data mengenai variable yang bersangkutan akan diambil lewat suatu prosedur pengukuran sedangkan pengukuran yang valid hanya dapat dilakukan terhadap atribut yang sudah didefinisikan secara tegas dan operasional. Variable yang masih berupa konsep teoritis, belum dapat diukur. (Dr. Saifudin Anwar. 2010)
Bayangkan suatu konsep yang sudah sangat kita kenal, misalkan “miskin”. Setiap orang boleh dikatakan  mengetahui dengan baik apa yang dimaksudkan dengan keadaan miskin dalam komunikasi sehari-hari. Seseorang yang mengatakan bahwa si A adalah miskin langsung dapat kita pahami maksudnya, begitu pula orang yang mengatakan bahwa si B tidak miskin. Masalahnya jadi lain apbila kemudian konsep “miskin” tersebut kita bawa kedalam penelitian ilmiah. Sewaktu kita akan meletakkan seseorang, kedalam kategori miskin tentu kita tidak dapat mengikuti saja pengakuannya atau perkiraan kita saja. Kita tidak dapat mengatakan seseorang itu miskin hanya karena melihat ia berpakain murah, karena pakaian murah dapat saja menjadi indicator kesederhanaan. Kita juga tidak dapat mengatakan bahwa seseorang itu miskin dengan mengetahui bahwa ia hanya membeli makanan yang murah karena membeli makan yang murah mungkin saja tanda bahwa ia seorang yang hemat tau seorang yang kikir. Kalaupun kita mengetahui berapa banyak harta yang dimiliki oleh seseorang maka konsep miskin (dan lawannya, yaitu tidak miskin) tidak langsung dapat diterapkan pada kondisi orang tersebut. Mengapa ? Karena miskin itu relative dan tergantung pada norma dan kriteria mana yng digunakan.
Penelitian ilmiah tentu tidak dapat didasarkan pada konsep yang bermakna ganda, yang terbuka pada penafsiran subyektif setiap orang. Sifat ilmiah menuntut pengertian objektif yang paling tidak harus merupakan kesepakatan bersama mengenai makna sesuatu.
Pada saat itulah kita memerlukan suatu definisi yang memiliki arti tunggal dan diterima secara obyektif bilaman indicator variable yang bersangkutan tersebut tampak, yang dinamakn definisi operasioanal. Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variable yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variable tersebut yang dapat diamati. Proses pengubahan definisi konseptual yang lebih menekankan kriteria hipotetik menjadi definisi operasional disebut dengan operasionalisasi variable penelitian.
Banyak cara untuk merumuskan definisi operasional :
1.      Definisi operasional dapat dirumuskan berdasarkan proses apa yang harus dilakukan agar variable yang didefinisikan itu terjadi. Sebagai contoh, variabel “Kecemasan” dapat dioperasionalkan sebagai suatu keadaan akibat subjek dihadapkan pada ancaman keselamatan.
Karen terbentuknya definisi operasional tergantung pada manipulasi atau proses yang menyebabkan timbulnya variable yang bersangkutan maka cara definisi tipe ini sangat cocok untuk mengoperasionalkan variable bebas.
2.      Definisi operasional dibuat berdasarkan bagaimana cara kerja variable yang bersangkutan, yaitu apa yang terjadi sifat dinamiknya. Sebagai contoh, konsep mengenai orang yang “cerdas” dioperassionalkan sebgai orang yang “berhasil menjawab lebih dari 75% soal pada suatu tes kemampuan umum”.
Dikarenakan cara pendefinisian variable didasarkan pada sifat dinamis yang ada pada subjeknya, maka cara operasionalisasi seperti ini sangat cocok untuk mendefinisikan variable tergantung.
3.      Definisi operasional dibuat berdasarkan kriteria pengukuran yang diterapkan pada variable yang didefinikan. Dalam hal ini angka atau skor pada alat ukur dianggap representasi dari konsep mengenai variable yang diukur. Sebagai contoh, variable “Kecerdasan” yang secara konseptual memiliki banyak sekali definisi dapat dioperasionalkan sebagai IQ pada skala WAIS, atau dioperasionalkan sebagai angka yang diperoleh pada tes SPM.

D.    Jenis-jenis Variabel Penelitian
Istilah “variable” merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian, F.N. Kerlinger menyebut variable sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep keasadaran.
Sutrisno Hadi mendefinisikan variable sebagai gejala yang bervariasi misalnya jenis kelamin, karenajenis kelamin mempunyai variasi : laki-laki – perempuan , berat badan, karena ada berat 40 kg, dan sebagainya. Gejala adalah objek penelitian, sehingga variable adalah objek penelitian yang bervariasi.
Identifikasi variable merupakan bagian penelitian dengan cara menentukan variable-variabel yang ada dalam penelitian seperti variable independen, dependen, moderator, control dan intervening. Jenis variable penelitian keperawatan yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
1.      Variable Independen (Variabel Bebas)
Variable independen ini merupakan variable yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variable dependen (terikat). Variable ini juga dikenal dengan nama variable bebas artinya bebas dalam memengaruhi variable, variable ini punya nama lain seperti variable predictor, risiko, atau kausal.
2.      Variable Dependen
Variable dependen ini merupakan variable yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variable bebas. Variable ini tergantung dari variable bebas terhadap perubahan.
3.      Variable Moderator
Variable moderator ini merupakan variable yang memperkuat atau memperlemah hubungan variable independen dan depeden yang memengaruhi kedua vaiabel tersebut.

4.      Variable Kontrol
Variabel control ini merupakan variable yang dibuat konstan sehingga tidak akan memengaruhi variable utama yang diteliti. Variable control ini ditentukan oleh peneliti sehingga dapat melakukan penelitian perbandingan antara kelompok perlakuan dan kelompok control dalam penelitian.
5.      Variable Intervening
Variable intervening ini merupakan variable yang memperkuat atau memperlemah variable dependen dan independen tetapi tidak dapat diukur.


DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Dr. Saifuddin MA. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Syaodih, Nana. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Minggu, 12 April 2015

LAPORAN PENDAHULUAN
VESIKOLITIASIS 

A.    KONSEP DASAR TEORI
  1.       Definisi

Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer and Bare, 2005).
 Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2007)
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2006 ).

            2.    Etiologi
a.       Obstruksi kelenjar prostat yang membesar
b.      Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)
c.       Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang menginervasi bladder)
d.      Benda asing , misalnya kateter
e.       Divertikula,urin dapat tertampung pada suatu kantung di dinding vesika urinaria
f.       Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan
Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun radang.
Menurut Smeltzer (2005) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah :
a.       Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
b.      Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
c.       Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
d.      Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
e.       Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
f.       Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
g.      Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
h.      Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
i.        Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1)      75 % kalsium.
2)      15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3)      6 % batu asam urat.
4)      1-2 % sistin (cystine).

3    3.   Manifestasi Klinis / Tanda Gejala
             Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2005).
a.       Dapat tanpa keluhan
b.      Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing)
c.       Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita).
d.      Terdapat hematuri pada akhir kencing
e.       Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh).
f.       Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna.
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut adalah:
a.       Hematuri.
b.      Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
c.       Demam.
d.      Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
e.       Mual.
f.       Muntah.
g.      Nyeri abdomen.
h.      Disuria.
i.        Menggigil.

      4.  Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik parsial maupun total. Obstruksi total dapat berakibat menjadi hidronefrosis.
Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, tumor dan urat. Komposisi mineral dari batu bervariasi, kira-kira 3/2 bagian dari batu adalah kalsium fosfat, asam,urine dan custine.
Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat intake cairan yang rendah dan juga peningkatan bahan organic akibat ISK atau urine statis, menjadikan sarang untuk pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan urine yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat.
Teori menurut Nursalam( 2006) antara lain :
a.       Teori matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adnay substansia organic sebagai inti, terutama dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan memepermudah kristalisasi dan agregasi substansu pembentukan batu.
b.      Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c.       Teori berkurangnya factor penghambat
Berkurangnya factor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran kencing.

5    5.   Pemeriksaan Penunjang
             Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
a.       Urinalisa
1)       Warna kuning, coklat atau gelap.
2)       pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
3)       Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
4)       Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
5)       Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.
b.      Darah
1)       Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
2)       Lekosit terjadi karena infeksi.
3)       Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
4)       Kalsium, fosfat dan asam urat.
c.       Radiologis
1)       Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
2)       Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
3)       PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
4)       Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
d.      Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.
e.       Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
f.       EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g.      Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
h.      IVP ( intra venous pylografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
i.        Vesikolitektomi ( sectio alta )
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
j.        Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
k.      Pielogram retrograd
l.        USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.

6   6.        Penatalaksanaan
                 Menurut  Soeparman ( 2008) pengobatan dapat dilakukan dengan :
a.       Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
b.      Pengambilan Batu
1)       Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.
2)       Vesikolithotomi : Suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari buli-buli dengan membuka buli-buli dari arterior.
Ruang Lingkup : Semua penderita yang datang dengan keluhan nyeri pada akhir miksi, hematuria dan miksi yang tiba-tiba berhenti serta dalam pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen, pyelografi intravena dan ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-buli. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait antara lain; Patologi Klinik dan Radiologi
Indikasi Operasi : Batu buli-buli yang berukuran lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa dan semua ukuran pada anak­-anak.
Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, tes faal ginjal, sediment urin, kultur urin dan tes kepekaan antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan asam urat dalam serum serta ekskresi kalsium, fosfat dan asam urat dalam urin 24 jam, foto polos abdomen, pyelografi intravena, USG.
Komplikasi Operasi : Komplikasi adalah perdarahan, infeksi luka operasi, fistel.
Perawatan Pasca Bedah : Pelepasan catheter minimal 6 hari Setelah hari operasi,pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam Pelepasan benang jahitan keseluruhan 7 hari pasca operasi.

3)       Pengangkatan Batu
a)      Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk memecahkan  batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
b)      Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
c)      Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
4)       Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
a)      Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
b)      Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.
c)      Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
d)     Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan metabolik yang ada.

B.     KONSEP DASAR KEPERAWATAN
            1.   Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik
a.      Anamnesa
1)      Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2)      Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3)      Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
b.      Pemeriksaan Fisik
1)      Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
2)      Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
3)      Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang.
4)      Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
5)      Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
6)      Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
7)      Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak.
8)      Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
9)      Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
10)  Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.
11)  Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya.
12)  Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya.

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok. Pemeriksan fisik khusus urologi
1)      Sudut kosto vertebra   : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
2)      Supra simfisis              : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
3)      Genitalia eksterna       : teraba batu di uretra
4)      Colok dubur                : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

2         2.    Diagnosa Keperawatan
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
b.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi .
c.       Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi .
d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah .
e.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat insisi .
f.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi .
g.      Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka.

3           3.   Intervensi
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.
Tujuan :  Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil : Tidak tersedak, Sekret tidak menumpuk di jalan nafas dan tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
1)      Kaji pola nafas klien.
2)      Kaji perubahan tanda vital secara drastis.
3)      Kaji adanya syanosis.
4)      Bersihkan sekret dijalan nafas.
5)      Ciptakan lingkungan yang nyaman.
b.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi .
Tujuan : pola nafas menjadi normal (vesikuler).
Kriteria Hasil : pola nafas efektif, bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
1)      Pertahankan jalan nafas dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral.
2)      Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan.
3)      Posisikan klien dengan nyaman.
4)      Observasi pengembalian fungsi otot pernafasan.
5)      Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
6)      Berikan 0ksigen jika diperlukan.
c.       Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi .
Tujuan : klien merasa nyaman.
Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, skala nyeri 1-2, tanda vital normal.
Intervensi :
1)      Kaji tanda vital klien.
2)      Catat lokasi dan lamanya intensitas nyeri.
3)      Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
4)      Ciptakan lingkungan yang nyaman.
5)      Kolaborasi pemberian analgesik (Narkotik), anti spasmodik dan kortikosteroid.
d.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien habis satu porsi dari rumah sakit, tidak mengeluh lemas, membran mukosa lembab dan tanda vital normal.
Intervensi :
1)      Kaji tanda vital klien.
2)      Kaji kebutuhan nutrisi klien.
3)      Timbang berat badan klien setiap hari.
4)      Kaji turgor klien.
5)      Awasi input dan output klien.
6)      Cacat insiden muntah dan catat karakteristik dan frekuensi muntah.
7)      Berikan makan sedikit tetapi sering.
8)      Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien.
e.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat insisi.
Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil :
1)      Monitor tanda vital.
2)      Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.
3)      Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
4)      Monitor status mental klien.
5)      Monitor berat badan tiap hari.
6)      Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
7)      Kolaborasi pemberian diuretik.

f.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak ditemukan tanda infeksi.
Intervensi :
1)      Kaji lokasi dan luas luka.
2)      Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
3)      Pantau tanda vital klien.
4)      Kolaborasi pemberian antibiotik.
5)      Ganti balut dengan prinsip steril.
g.      Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit .
Kriteria Hasil: tidak ditemukan tanda infeksi, tidak ada luka tambahan
Intervensi :
1)      Kaji drainase luka.
2)      Monitor adanya tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
3)      Kaji adanya luka tambahan pada klien.
4)      Ganti balut dengan prinsip steril.
5)      Kolaborasi pemberian antibiotik.
6)      Himbau agar klien membatasi mobilitasnya.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s . 2007. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Nurafif, Amin Huda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc Jilid 2.Yogyakarta : Mediaction Publishing
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.
Price,  Sylvia. (2006).  Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC: Jakarta.
http://cresilda19.blogspot.com/ di akses pada tanggal 10 April 2015
http://meladianmaulidah.blogspot.com di akses pada tanggal 10 April 2015