LAPORAN
PENDAHULUAN
VESIKOLITIASIS
A.
KONSEP DASAR
TEORI
- Definisi
Vesikolitiasis adalah
penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih
oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer and Bare, 2005).
Vesikolitiasis
adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri
yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia.
Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup penggunaan antasid,
diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang berlebihan. Batu
vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya
dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2007)
Batu kandung kemih adalah
batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung komponen kristal
dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu
kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat (
Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2006 ).
2. Etiologi
a.
Obstruksi kelenjar prostat
yang membesar
b.
Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)
c.
Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena
lesi pada neuron yang menginervasi bladder)
d.
Benda asing , misalnya kateter
e.
Divertikula,urin dapat
tertampung pada suatu kantung di dinding vesika urinaria
f.
Shistomiasis, terutama
oleh Shistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan
Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi,
maupun radang.
Menurut Smeltzer (2005) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi,
statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan
perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut batu
kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah :
a.
Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar
kalsium dalam urin, disebabkan karena hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan
kalsium.
b.
Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi
inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan
idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum
Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
c.
Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam
urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan
diet purin yang berlebih.
d.
Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan
yang sedikit.
e.
Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak
mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
f.
Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat
diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium,
peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat
reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
g.
Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume
air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi
metabolik).
h.
Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak
disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan
sekunder).
i.
Batu Struvit
Batu struvit disebabkan
karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang
memproduksi urease.
Kandungan batu kemih
kebayakan terdiri dari :
1)
75 % kalsium.
2)
15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium
Amonium Fosfat).
3)
6 % batu asam urat.
4)
1-2 % sistin (cystine).
3 3. Manifestasi Klinis / Tanda Gejala
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi
obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa
menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan
pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan
perut kembung (Smeltzer, 2005).
a.
Dapat tanpa keluhan
b.
Sakit berhubungan dengan
kencing (terutama diakhir kencing)
c.
Lokasi sakit terdapat di
pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis (pada
laki-laki) dan klitoris (pada wanita).
d.
Terdapat hematuri pada
akhir kencing
e.
Disuria (sakit ketika
kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh).
f.
Aliran urin berhenti mendadak
bila batu menutup orificium uretra interna.
Jika sudah terjadi
komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada
penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul
dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal
(nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi
ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara
tulang rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut adalah:
a.
Hematuri.
b.
Sering ditemukan infeksi
disaluran kemih.
c.
Demam.
d.
Rasa nyeri di daerah
kandung kemih dan ginjal.
e.
Mual.
f.
Muntah.
g.
Nyeri abdomen.
h.
Disuria.
i.
Menggigil.
4. Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik
parsial maupun total. Obstruksi total dapat berakibat menjadi hidronefrosis.
Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks
seputar, seperti pus, darah, tumor dan urat. Komposisi mineral dari batu
bervariasi, kira-kira 3/2 bagian dari batu adalah kalsium
fosfat, asam,urine dan custine.
Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat intake cairan yang
rendah dan juga peningkatan bahan organic akibat ISK atau urine statis,
menjadikan sarang untuk pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan
lapisan urine yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium
fosfat.
Teori menurut Nursalam( 2006) antara
lain :
a.
Teori matriks
Terbentuknya
batu saluran kemih memerlukan adnay substansia organic sebagai inti, terutama
dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan memepermudah kristalisasi dan
agregasi substansu pembentukan batu.
b.
Teori
supersaturasi
Terjadinya
kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam urat, kalsium
oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c.
Teori
berkurangnya factor penghambat
Berkurangnya
factor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat,
magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran
kencing.
5 5. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi
pemeriksaan:
a.
Urinalisa
1) Warna kuning, coklat atau gelap.
2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme
dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan
pengendapan batu asam urat.
3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu,
bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam
proses pembentukan batu saluran kemih.
5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah
terjadi hiperekskresi.
b.
Darah
1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
2) Lekosit terjadi karena infeksi.
3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
4) Kalsium, fosfat dan asam urat.
c.
Radiologis
1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan
ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan
dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
d. Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal
ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.
e. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal,
mengeluarkan batu yang kecil.
f. EKG
Menunjukan ketidak
seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam
kandung kemih yang abnormal.
h. IVP ( intra venous pylografi )
Menunjukan perlambatan
pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
i.
Vesikolitektomi ( sectio
alta )
Mengangkat batu vesika
urinari atau kandung kemih.
j.
Litotripsi bergelombang
kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan
batu ginjal dengan gelombang kejut.
k.
Pielogram retrograd
l.
USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh
mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
Menunjukan abnormalitas
pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi
ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde.
Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat,
kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat
diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih
dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan
terbentuknya batu kandung kemih pada klien.
6 6. Penatalaksanaan
Menurut Soeparman (
2008) pengobatan dapat dilakukan dengan :
a.
Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah
baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik
atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di
kontra indikasikan pasang kateter.
b.
Pengambilan Batu
1) Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan
keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.
2) Vesikolithotomi : Suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan
batu dari buli-buli dengan membuka buli-buli dari arterior.
Ruang Lingkup : Semua penderita yang datang
dengan keluhan nyeri pada akhir miksi, hematuria dan miksi yang tiba-tiba
berhenti serta dalam pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen, pyelografi
intravena dan ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-buli.
Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait antara lain; Patologi Klinik dan Radiologi
Indikasi Operasi : Batu buli-buli yang
berukuran lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa dan semua ukuran pada anak-anak.
Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, tes faal
ginjal, sediment urin, kultur urin dan tes kepekaan antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan asam urat dalam serum serta ekskresi
kalsium, fosfat dan asam urat dalam urin 24 jam, foto polos
abdomen, pyelografi intravena, USG.
Komplikasi Operasi : Komplikasi adalah perdarahan, infeksi luka operasi, fistel.
Perawatan Pasca Bedah : Pelepasan catheter minimal 6 hari Setelah hari operasi,pelepasan redon
drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam Pelepasan
benang jahitan keseluruhan 7 hari pasca operasi.
3) Pengangkatan Batu
a)
Lithotripsi gelombang
kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang
digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan
untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan
batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani
dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah
batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut
dikeluarkan secara spontan.
b)
Metode endourologi
pengangkatan batu
Bidang endourologi
mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa pembedahan
mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya.
Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai
gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
c)
Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup
visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui
sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips
elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
4) Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
a)
Menurunkan konsentrasi
reaktan (kalsium dan oksalat)
b)
Meningkatkan konsentrasi
inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari,
minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan
meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.
c)
Pengaturan diet dengan
meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi masukan
protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet rendah
natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
d)
Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi
batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan metabolik yang ada.
B.
KONSEP DASAR
KEPERAWATAN
1. Pengkajian Dan Pemeriksaan
Fisik
a.
Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan,
pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2) Data Medik
Dikirim oleh siapa dan
diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3) Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang
meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah
berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran
pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri
saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai
menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu
makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
b.
Pemeriksaan Fisik
1)
Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit,
tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
2)
Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
3)
Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang.
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang.
4)
Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
5)
Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
6)
Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
7)
Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah
tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus,
karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum
masih utuh atau tidak.
8)
Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
9)
Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
10) Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.
11) Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia,
pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang
keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula
maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal
toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya.
12) Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya.
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya.
Pemeriksaan fisik pasien
dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit
berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum :
hipertensi, febris, anemia, syok. Pemeriksan fisik khusus urologi
1) Sudut kosto
vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok,
pembesaran ginjal
2) Supra simfisis : nyeri
tekan, teraba batu, buli-buli penuh
3) Genitalia eksterna : teraba batu
di uretra
4) Colok dubur : teraba batu pada buli-buli
(palpasi bimanual)
2 2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek
anestesi .
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat
insisi .
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah .
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
akibat insisi .
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi .
g. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka.
3 3. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.
Tujuan : Tidak
terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil : Tidak
tersedak, Sekret tidak menumpuk di jalan nafas dan tidak ditemukan
tanda cyanosis
Intervensi :
1)
Kaji pola nafas klien.
2)
Kaji perubahan tanda vital
secara drastis.
3)
Kaji adanya syanosis.
4)
Bersihkan sekret dijalan
nafas.
5)
Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek
anestesi .
Tujuan : pola nafas
menjadi normal (vesikuler).
Kriteria Hasil : pola
nafas efektif, bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
1)
Pertahankan jalan nafas
dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral.
2)
Observasi frekuensi dan
kedalaman pernafasan.
3)
Posisikan klien dengan
nyaman.
4)
Observasi pengembalian
fungsi otot pernafasan.
5)
Lakukan pengisapan lendir
jika diperlukan.
6)
Berikan 0ksigen jika
diperlukan.
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat
insisi .
Tujuan : klien merasa
nyaman.
Kriteria Hasil : klien
tidak gelisah, skala nyeri 1-2, tanda vital normal.
Intervensi :
1)
Kaji tanda vital klien.
2)
Catat lokasi dan lamanya
intensitas nyeri.
3)
Ajarkan teknik relaksasi
dan distraksi.
4)
Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
5)
Kolaborasi pemberian
analgesik (Narkotik), anti spasmodik dan kortikosteroid.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien
habis satu porsi dari rumah sakit, tidak mengeluh lemas, membran mukosa lembab
dan tanda vital normal.
Intervensi :
1)
Kaji tanda vital klien.
2)
Kaji kebutuhan nutrisi
klien.
3)
Timbang berat badan klien
setiap hari.
4)
Kaji turgor klien.
5)
Awasi input dan output
klien.
6)
Cacat insiden muntah dan
catat karakteristik dan frekuensi muntah.
7)
Berikan makan sedikit
tetapi sering.
8)
Ciptakan lingkungan yang
nyaman bagi klien.
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
akibat insisi.
Tujuan : Membaiknya
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil :
1)
Monitor tanda vital.
2)
Monitor urin meliputi
warna hemates sesuai indikasi.
3)
Pertahankan pencatatan
komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
4)
Monitor status mental
klien.
5)
Monitor berat badan tiap
hari.
6)
Awasi pemeriksaan
laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
7)
Kolaborasi pemberian
diuretik.
f.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan insisi luka operasi
Tujuan : Tidak terjadi
infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit
dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak ditemukan tanda infeksi.
Intervensi :
1)
Kaji lokasi dan luas luka.
2)
Pantau jika terdapat tanda
infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
3)
Pantau tanda vital klien.
4)
Kolaborasi pemberian
antibiotik.
5)
Ganti balut dengan prinsip
steril.
g. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka.
Tujuan : Tidak terjadi
gangguan integritas kulit .
Kriteria Hasil: tidak
ditemukan tanda infeksi, tidak ada luka tambahan
Intervensi :
1)
Kaji drainase luka.
2)
Monitor adanya tanda
infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
3)
Kaji adanya luka tambahan
pada klien.
4)
Ganti balut dengan prinsip
steril.
5)
Kolaborasi pemberian
antibiotik.
6)
Himbau agar klien
membatasi mobilitasnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
and Suddarth’s . 2007. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi
kedelapan). Jakarta : EGC.
Nurafif, Amin Huda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc Jilid 2.Yogyakarta : Mediaction Publishing
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.
Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C. 2005. Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah. EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar